Oleh: I Wayan “Gendo” Suardana**
Sekapur Sirih
Permasalahan lingkungan hidup telah menjadi suatu penyakit kronis yang dirasa sangat sulit untuk dipulihkan. Selama 20 tahun terakhir Pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada industrialisasi. Tidak kurang terdapat 30.000 industri yang beroperasi di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Peningkatan jumlah ini menimbulkan dampak ikutan dari industrialisasi ini yaitu terjadinya peningkatan pencemaran yang dihasilkan dari proses produksi industri. Pencemaran air, udara, tanah dan pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan persoalan yang harus dihadapi oleh komunitas-komunitas yang tinggal di sekitar kawasan industri.
Gejala umum pencemaran lingkungan akibat limbah industri yang segera tampak adalah berubahnya keadaan fisik maupun peruntukan sesuatu lingkungan. Air sungai atau air sumur sekitar lokasi industri pencemar, yang semula berwarna jernih, berubah menjadi keruh berbuih dan terbau busuk, sehingga tidak layak dipergunakan lagi oleh warga masyarakat sekitar untuk mandi, mencuci, apalagi untuk bahan baku air minum. Terhadap kesehatan warga masyarakat sekitar dapat timbul penyakit dari yang ringan seperti gatal-gatal pada kulit sampai yang berat berupa cacat genetic pada anak cucu dan generasi berikut.
Parahnya lagi, penyakit akibat pencemaran ada yang baru muncul sekian tahun kemudian setelah cukup lama bahan pencemar terkontaminasi dalam bahan makanan menurut daur ulang ekologik, seperti yang terjadi pada kasus penyakit minaimata sekitar 1956 di Jepang. terdapat lebih dari 100 orang meninggal atau cacat karena mengkonsumsi ikan yang berasal dari Teluk Minamata. Teluk ini tercemar merkuri yang berasal dari sebuah pabrik plastik. Bila merkuri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan, dapat menyebabkan kerusakan akut pada ginjal sedangkan pada anak-anak dapat menyebabkan Pink Disease/ acrodynia, alergi kulit dan kawasaki disease/mucocutaneous lymph node syndrome.
Dalam pantauan Walhi, hampir di seluruh wilayah Indonesia terjadi pencemaran industri dalam berbagai skala dan dalam beragam bentuk. Sejak awal berdiri, sektor industri seringkali menimbulkan masalah, misalnya, lokasi pabrik yang dekat dengan pemukiman penduduk, pembebasan tanah yang bermasalah, tidak dilibatkannya masyarakat dalam kebijakan ini, buruknya kualitas AMDAL, sering tidak adanya pengolahan limbah, dan lain sebagainya. Dampak lainnya yang timbul adalah polusi udara, polusi air, kebisingan, dan sampah. Semua dampak tersebut menjadi faktor utama penyebab kerentanan yang terjadi dalam masyarakat. Kehidupan masyarakat menjadi tambah rentan karena buruknya kualitas lingkungan.
Hal ini tercermin dalam berbagai kasus dugaan pencemaran industri;
- Sulawesi-kasus Pencemaran Teluk Buyat, dugaan pencemaran teluk Buyat akibat dari pembuangan limbah tailing (submarine tailing disposal)
- dugaan yang sama terhadap Perairan laut Lombok Timur akibat operasi PT. Newmont Nusa Tenggara (PT.NTT) NTB
- Papua; PT. Freeport beroperasi dari tahun 1967 telah menimbulkan dampak Hancurnya Gunung Grasberg, Tercemarnya Sungai Aigwa, Meluapnya air danau Wanagon, Tailing mengkontaminasi : 35.820 hektar daratan dan 84.158 hektar Laut Arafura
- di Kalimantan Selatan, Pembuangan limbah industri ke aliran Sungai oleh PT Galuh Cempaka.
- Kalimantan Tengah; Tiga sungai besar di Kalimantan Tengah masih tercemar air raksa (merkurium) akibat penambangan emas di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Barito, Kahayan, dan Kapuas. Pencemaran itu melebihi baku mutu yang dipersyaratkan.
- Di Jawa, Pembuangan limbah pabrik-pabrik di Sungai Cikijing selama puluhan tahun (Jawa Barat), pembuangan limbah oleh beberapa pabrik ke Kali Surabaya, dan sederetan kasus pencemaran industri yang telah nyata-nyata menimbulkan korban.
Tidak Perlu Kaca Pembesar!
Kronisnya permasalahan lingkungan hidup terutama menyangkut pencemaran industri yang selama ini terjadi di Indonesia sepertinya tidak memberikan pelajaran yang berarti bagi Negara, minimal berbenah untuk melakukan tindakan-tindakan secara komprehensif dalam menangani pencemaran oleh limbah industri.
Massifnya pencemaran limbah industri dalam beberapa dekade menyebabkan tidak diperlukannya keahlian khusus untuk mengetahui akar persoalan dari tidak tuntasnya penanganan pencemaran limbah industri ini. Secara gamblang dapat dikatakan bahwa paradigma pembangunan yang mementingkan pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan faktor lingkungan yang dianggap sebagai penghambat, adalah faktor utama dari masalah ini. Posisi tersebut menyebabkan terabaikannya pertimbangan-pertimbangan lingkungan hidup di dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Akibatnya kualitas lingkungan makin hari semakin menurun, ditandai dengan terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di berbagai wilayah di Indonesia.
Penanganan Limbah Industri di Indonesia kerapkali mengabaikan standart penanganan limbah industri yang aman bagi kelangsungan lingkungan hidup. Misalnya, perusahaan tambang yang menerapkan pembuangan limbah tailingnya ke laut (Sub Marine Tailing Disposal). Pertama, adalah Newmont Minahasa Raya (NMR) sejak 1996 di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, dan kemudian menyusul PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) di Sumbawa-Nusa Tenggara Barat sejak 1999. Setiap harinya 2.000 metrik ton tailing berbentuk pasta dibuang ke Perairan Buyat di Minahasa dan 120.000 metrik ton di Teluk Senunu, Sumbawa. Pada akhirnya dari proses ini terjadi berbagai dampak yang berujung kepada turunnya kualitas lingkungan hidup dan kualitas hidup manusia.
Sampai hari ini belum terlihat upaya serius dari seluruh jajaran pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Dalam hal kasus-kasus pencemaran tidak terlihat adanya penegakan hukum bagi perusahaan pencemar yang ada justru adalah viktimisasi terhadap korban pencemaran limbah industri. Lemahnya pemahaman aparat penegak hukum seperti kepolisian dan pengadilan mengenai peraturan perundangan lingkungan hidup termasuk pula lemahnya penegakan hukum menjadikan penanganan limbah industri ini tidak akan tuntas. Termasuk pula tidak adanya tindakan tegas dari pemerintah untuk melarang pembuangan limbah tailing ke laut Indonesia. Patut diketahui bahwa metode pembuangan limbah tailing dengan model ini sudah dilarang dinegara-negara lain di dunia. Bahkan Kanada, negara yang pertamakali menggunakan metode ini, kapok dan tidak lagi menggunakan metode STD mengingat masa recoverynya sangat lama yankni 150 tahun. Entah kenapa Indonesia malah memberikan ijin bagi praktek pembuangan limbah tailing dengan metode STD ini.
Dalam Pandangan Walhi, keadaan ini disebabkan karena Negara menutup akses rakyat atas informasi yang terkait dengan industri dan termasuk limbah industri. Tidak dilibatkannya masyarakat secara maksimal dalam pengelolaan lingkungan sehingga seolah-olah urusan lingkungan hanya menjadi urusan pemerintah dan perusahaan tidak menjadi urusan publik sebagai pihak yang banyak menggunakan jasa lingkungan.
Apa yang harus dilakukan?
Lingkungan hidup yang sehat dan bersih adalah hak asasi manusia. Namun yang terjadi justru makin turunnya kualitas lingkungan hidup. Karenanya limbah industri harus ditangani dengan baik dan serius oleh pemerintah dengan mengawasi sungguh-sungguh. Sementara bagi pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang. Yang paling penting adalah pelibatan masyarakat dalam pengawasan pengolahan limbah buangan industri agar lebih intens dalam menjaga mutu lingkungan hidup. Ikhtiar ini merupakan salah satu bentuk partisipasi dan pengawasan untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup
Namun demikian, persoalan limbah industri akan makin komplek dimasa mendatang. Penanganan Limbah Industri tidak akan pernah bisa efektif dalam menjamin kelangsungan lingkungan hidup termasuk pula akan mampu menjamin derajat hidup manusia secara maksimal bilamana Negara masih “setia” dengan paradigma lama yang selalu tidak berkutik di depan “modal”. Permasalahan ini akan makin kompleks saat ini karena Industri lebih terfokus pada upaya untuk melakukan efisiensi seiring makin melambungnya biaya produksi, belanja pegawai hingga ongkos energi. Sehingga mau tak mau akan menomorduakan persoalan pembuangan limbahnya mengingat pengolahan limbah memerlukan biaya tinggi. Sementara disisi lain negara gagal dalam melakukan penegakan hukum lingkungan
Ditengah sistem yang manipulatif, maka tersedia berbagai pilihan untuk mengurangi jumlah limbah industri yang dihasilkan, yaitu dengan melakukan moratorium tambang terutama terhadap tambang besar, melakukan peninjauan ulang terhadap kontrak karya bahkan sampai pada tahap menghentikan pendirian industri ekstratif yang mengeruk SDA dan menghasilkan limbah yang besar dengan manfaat yang tidak seberapa bagi rakyat. Baru baru ini Venezuela melakukan penutupan terhadap industri pertambangan karena dampak buruknya sangat luas dan membutuhkan waktu ratusan tahun untuk recovery. Semoga Indonesia cepat belajar dan lebih konstrasi untuk membenahi sector-sektor agro sebagai pilihan industrinya. Semoga!
* Makalah dibuat untuk Bimbingan Teknis dan Keselamatan Keraja Pengawasan Limbah Industri, diselenggarakan oleh Depnakertrans, di Hotel Jayakarta –Senggigi Mataram-NTB pada tanggal 19 September 2009
** Pemakalah adalah Manager Regional Indonesia Timur- Eksekutif Nasional WALHI dan saat ini berdomisili di Jakarta
Jika smua orang peduli akan pentingnya menjaga lingkungkan hidup agar ga rusak & tercemar pasti hal tsb ga perlu terjdi. Membuat orang menjadi sadar itu sulit bgt, para penambang tradisional di skitar sungai (kapuas) mereka ga mikirin dampaknya yang penting adalah duit mereka “peroleh”.
Lis,
penambang tradisional itu, kalaupun mereka menurut kamu ga mikirin lingkungan, tetapi skala nya masih kecil.
coba kamu bayangin deh perusahaan pertambangan emas yang melakukan ekspolarasi dan ekploitasi!
habis negeri ini. belum lagi disepanjang sungai Kapuas banyak PETI (pertambangan emas tanpa izin) wahhh berat deh.
karena limbahnya makin besar tuh maausk sungai kapuas.
Seharusnya pemerintah saat ini melakukan moratorium terhadap perusahaan ekstraksi, dan pemerintah harus memaksa perusahaan terseut untuk melakukan rehabilitasi.
Salam
Gendo
wah, pak gendo sudah jadi pejabat di pusat rupanya. salam ya buat pak SBY. kan sama2 di pusat. 😀
==============
udah ga lagi Ton
hehe
alow bli gendo, jeg satu kata gen! LAWAN! hehehe…
siap, pak gendo. hajar terus. jangan lupa bersihkan juga limbah bekas cucaw. 😀
cWu7L0 Thanks for good post
thanks 4 info
pak Wayan, apakah di Indonesia udah ada Sistem informasi lingkungan berbasis web (yang memuat pencemaran industri )? kalo uda ada kami membutuhkan alamat webnya
kenapa banyak orang orang membuang limbah sembarangan mana bisa Indonesia jdi negara yang maju bagai mana nasibnya wong cilik nanti kta harus menjaga agar nanti anak cucu kita bisa hidup nyaman jadi mulai sekarang kita harus menjaga Indonesia kuuu tercinta ,,,
bener bgt, pak. terus posting artikel2 kayak beginian ya pak, biar para kontaminan-kontaminan itu nyadar and merasa tersindir….dasar…mau duitnya aja, tapi rela ngorbanin hidup orang banyak demi kepentingan sendiri..apa-apan ini..
Pak, izin nya untuk menyebarkan tulisannya bagi mahasiswa yang saya ajar. terima kasih
pentingnya menjaga kebersihan lingkungan demi anak bangsa kita…
HEY GENDO KAMU SODARA CHE GUEVARA BENER ATAU BUKAN
=================
@Iyan:
Jelas lah saya bukan sodara biologisnya
saya hanya pengagum seorang Che Guevara.
hehe
salam