Sambungan dari Survivor; Perempuan itu…? [1]
[Survivor]; Perempuan Itu…? [2]
Oleh I Wayan “Gendo” Suardana
Made Israwin namanya, anak perempuan satu-satunya di keluarga itu, tumbuh berkembang dengan tiga saudara lainnya -yang semuanya laki-laki-. Kade, begitulah panggilan bagi perempuan ini -sebuah panggilan yang umum diperuntukan bagi anak nomor dua di Bali-. Jarak kelahiran yang tidak begitu jauh menyebabkan Kade dan saudara-saudaranya kelihatan sebaya. Mereka cukup sederhana karena memang lahir dari keluarga yang sederhana pula.
Awalnya, kehidupan keluarga ini lebih dari cukup. Dengan pendapatan ayahnya sebagai seorang Tukang cukur rambut -yang sangat terkenal – membuat secara ekonomi keluarga ini tidak ada permasalahan. Masa kecil empat bersaudara ini tidak ada permasalahan sama sekali.
Pagi hari mereka bersama-sama berangkat ke Sekolah Rakyat, kecuali Ketut -laki-laki paling bungsu- yang tetap di rumah karena dia belum bersekolah. Lalu pulang sekolah membantu ibunya untuk mengurus peliharaan babinya, mulai dari memberi makan sampai membersihkan kandangnya. Dan setelah itu pergi bermain bergabung dengan teman-teman lainnya di kampung dan kembali pulang menjelang sore.
Entah kapan dera itu mulai datang. Kurang lebih saat usia Kade menginjak 8 tahun, tiba-tiba ada suatu kelainan yang terjadi pada kulitnya. Tumbuh bintik-bintik merah dihampir seluruh permukaan kulitnya. Awalnya hanya bintik-bintik merah -tidak terlalu- gatal, tapi tetap menyiksa bagi anak perempuan seumur Kade.
Tiap saat tangannya menggaruk, berusaha menghilangkan bintik-bintik itu. Bukan gatalnya hilang, malah bintik itu mejalar ke mana-mana sampai ke kepala. Orangtua Kade tidak tinggal diam, berusaha mencari pengobatan buat Kade . Entah berapa dukun yang sudah didatangi untuk mengobati penyakit kulitnya itu tetap saja tidak tersembuhkan. Bahkan dengan memakai sepeda pancal, Sang Bapak mengajak anaknya untuk berobat ke Mantri Kesehatan. Namun penyakit itu tetap saja tidak mau berpindah dan setia bergelayut di tubuh munggil gadis kecil tersebut.
Alih-alih sembuh, yang ada bintik-bintik merah itu meradang dan mulai melebar. Membentuk semacam motif bunga, dimana sebagian bintik yang meradang itu terkelupas mirip ketombe. Orangtua Kade tidak putus asa, mereka bahkan mengajak Kade ke Denpasar, berobat ke tempat dokter -yang memang sangat jarang pada waktu itu-
Entah apa nama penyakit itu. Kulit Kade seolah bergambar, tidak halus dan terlihat kasar. Setiap hari Kade mengoleskan salep keseluruh tubuhnya. Perlahan salep itu dioleskan ke kulit, olesan itu pertanda jatuh pula sisa-sisa kulit mirip ketombe dan memenuhi lantai rumahnya.
Kade begitu tersiksa! Tidak hanya dengan penyakit yang disandangnya. Tetapi karena berhembus kabar burung -yang entah dimulai oleh siapa- bahwa Kade menderita penyakit kusta. Ya, kusta. Penyakit yang zaman itu dianggap sebagai penyakit kutukan. Perlahan Kade mulai merasa terkucil. Teman-temannya menjauh, bahkan tak jarang perasaanya terluka tatkala secara terbuka seorang ibu menarik tangan seorang anak- teman bermain Kade- untuk menjauhi Kade. “Sini, jangan dekat-dekat dengan dia. Nanti kamu ketularan, dia kan kusta!” demikian ibu itu membentak sembari menarik tangan anaknya, seraya menoleh sinis ke arah Kade sebelum beranjak pergi.
Kade terhenyak, lalu berlari menuju rumah dan memeluk Ibunya sambil menangis Kade bertanya: “Me1, benar ya Kade itu Kusta? Tadi Meme Rerod yang bilang.”
Sambil memeluk Kade sambil mengelus rambut anaknya Ibunya menjawab: “Ooo itu tidak benar De. Dokter tidak ada ngomong begitu kok, Meme Rerod kan salah sangka aja. Sebentar lagi juga Kade sembuh.”
“Tapi tidak hanya Meme Rerod yang ngomong gitu, banyak taman-teman Kade juga ngomong yang sama. Kata nya mereka diberitahu oleh orangtuanya!”, tukas Kade sembari menangis terisak.
Sang Ibu tidak menjawab, hanya tangannya yang mengelus rambut gadis kecil itu, menenangkan si gadis yang menangis di pangkuannya. Seolah berusaha membenahi jiwa seorang anak yang baru saja terguncang. Kapas putih itu mulai ternoda oleh cairan pekat yang sangat lama membersihkannya.
Kade mulai terdiam dan tertidur di pangkuan Ibunya, tidak sadar bahwa ada buliran airmata yang jatuh di rambutnya. Sang Ibu menangis tak kuasa melihat gadis kecilnya nelangsa.
Kade, si gadis kecil itu merasa tersisih. Untung dia masih punya tiga saudara laki-laki yang selalu menemaninya. Setiap saat menjaga Kade , menemaninya bermain agar tidak kesepian.
Sampai pada suatu saat, Kade kembali diajak diajak ke dokter. Dokter meminta Bapak Kade untuk menggundul rambutnya , hal ini menurut dokter agar lebih gampang mengobati kepala Kade yang juga terserang penyakit kulit itu.
Sesampai dirumah, hal itu disampaikan ke Kade oleh Bapaknya. “Kade tidak mau..pokoknya tidak mau!”, teriak gadis itu histeris. Terbayang dipikirannya dia akan berkepala gundul dan pasti akan menjadi bahan ejekan di sekolahnya. Namun Sang Bapak berkata tegas,: “Tapi harus digundul De. kalau tidak Kade tidak akan bisa sembuh!”
Kade menangis, badannya sampai terguncang-guncang. Dia menuju ke Ibunya yang duduk di pelataran Bale, sembari mengadu ke Ibunya,: Me, kok Kade bernasib gini ya, apa salah Kade?”. Gadis itu berkata dengan lugunya. Sang Ibu yang dihampiri terdiam sejanak. “De, Kita cukur ya rambutnya? Biar cepat sembuh, Kade ndak mau kan begini terus?” rayu sang Ibu. “tapi Me? Kade malu.” pungkas gadis kecil itu sambil terisak-isak.
Sang Ibu berusaha merayu gadis kecilnya,:”ndak apa-apa kok, nanti rambut Kade tumbuh cepat kok. Malah nanti rambutnya pasti lebih bagus tumbuhnya”. Setelah beberapa Kade akhirnya menyerah. Dengan penuh ketidakrelaan Kade menyerahkan rambutnya untuk digunduli oleh Bapaknya.
Entah bagaimana reaksinya setelah melihat kepalanya plontos tanpa sehelai rambutpun.
Yang jelas Kade tetap pergi bersekolah ditemani oleh dua saudaranya; kakak sulungnya dan adiknya yang nomor tiga. Setiap pulang sekolah, pasti Kade mengadu ke Bapak dan Ibunya bahwa di sekolah dia sering diejek oleh teman-teman dengan nyanyian-nyanyian. Ejekan itu kerap dilakukan oleh teman-temannya tatkala kedua saudaranya sedang tidak mendampingi.
Ditengah pengaduannya Kade kerap meminta untuk berhenti sekolah, karena tidak tahan dengan ejekannya. Namun permintaan itu selalu ditolak tegas oleh Bapaknya yang memang sangat keras watanya. “Tidak, apapun yang terjadi, Kade harus sekolah!”, jawab Bapaknya ketus. Kade tahu bahwa itu adalah vonis yang tidak mungkin dilawan lagi. Dan selalu Kade akan lari ke Ibunya untuk mengadukan segala kegundahannya. Kegundahan gadis kecil yang jiwanya terkoyak.
Orangtua Kade menyadari hal ini, tapi mereka tidak ada pilihan lain bahwa pendidikan anaknya harus tetap jalan. Apalagi Kade adalah anak mereka yang paling cerdas diantara anak-anaknya yang lain. Kadepun tetap bersekolah seperti biasa. Masih pergi dari rumah di pagi hari dan ditemani oleh saudra laki-lakinya. Tidak ada kejanggalan apapun dari perilaku sosok gadis kecil ini.
Sampai suatu suatu saat, Wali Murid kelas 3 Sekolah Rakyat -tempat Kade sekolah- mendatangi rumah Kade dan menemui orang tuanya. Guru itu datang sekitar jam sepuluh pagi. Kedatangan Guru itu adalah menanyakan Kade yang sudah hampir 1 bulan tidak masuk sekolah. Tentu saja Orangtua Kade kaget alang kepalang, karena setahu mereka anaknya selalu berngkat ke sekolah ditemani oleh saudara-saudaranya.
Guru itu meyakinkan bahwa Kade memang benar-benar tidak sekolah;” Kade tidak pernah masuk Pak..Bu. Tapi kalo Saudaranya Darma dan Nyoman memang ada di sekolah!” Setelah Orangtua Kade dilihat yakin atas keterangan itu, akhirnya Guru itupun pamit.
Sepulangnya Guru itu kedua orangtua Kade terhenyak tidak dapat bicara akhirnya mereka bersepakat untuk menanyakan hal tersebut kepada Kade dan Kedua anak laki-laki mereka yang menemani Kade sekolah.
Kira-kira Pukul 11.00 siang
Ketiga anak-anak itu sampai di depan rumah. Si Sulung malah asik menggoda Kade dan Nyoman sambil dorong-dorongan di gapura rumah. Mereka tertawa saling mendahului untuk bisa melewati Gapura rumahnya. Kadepun tidak terlihat tertekan, dia tertawa lepas seolah-olah tidak ada beban.
Setelah melewati gapura, mereka memanggil ibunya, seperti kebiasaan yang mereka lakukan selama ini saat pulang dari sekolah. Namun alangkah kagetnya melihat Bapak dan Ibu mereka, sudah duduk di amben Bale-bale seolah-olah menunggu mereka. Seketika perasaan mereka menjadi tidak enak. Dan benar saja, Sang Bapak dengan muka yang memerah memanggil mereka.
“He, kesini kalian. Duduk!”, demikian panggilan -lebih tepatnya perintah- sang Bapak terhadap anaknya. Ketiga anak kecil itu beringsut mendekat, lalu pelan-pelan duduk di Bale. Seolah tidak ada kesempatan untuk bertanya bagi anak-anaknya, Sang Bapak sudah bertanya lagi “Kade, kamu selama ini pergi setiap pagi bersama saudara-sadaramu kemana?”. Kade yang ditanya diam saja dengan kepala tertunduk.
Bapak berkata lagi,: “Tadi Guru Wali Kelas 3 datang kesini, melaporkan bahwa Kade sudah sebulan ini tidak pernah sekolah. Terus kemana saja selama ini? Tiap hari berseragam sekolah, Bapak pikir Kade pergi ke sekolah!”. “Hei, Darma dan juga Nyoman, Kalian tahu kemana adik kalian selama ini?” tanya Bapak. Mereka berdua tak berani menjawab, sampai -sampai Sang Bapak berteriak keras,, “Jawab!”
entah kenapa, tiba-tiba Kade berbicara,” Pak maafkan Kade, mereka berdua tidak salah, Kade yang salah”. Dengan pelan Kade melanjutkan,:”Kade tersiksa sekali, setiap saat Kade selalu diolok-olok oleh teman-teman sekolah, Kade malu.” “beberapakali Kade minta berhenti sekolah, karena Kade sudah tidak kuat Pa, tapi Bapak melarang. Kade takut ama Bapak, Kade berusaha menuruti perintah Bapak. Ternyata Kade ndak kuat, akhirnya Kade berpura-pura pergi sekolah padahal Kade diam di rumah Bibi Kembar.” “Lalu Kade minta Bli Darma dan Adik Nyoman untuk merahasiakan ini dan tetap bersikap seolah-olah Kade itu sekolah”.
Sang Bapak yang awalnya sangat murka, tiba-tiba terlihat lemas dan pasrah setelah mendengar penuturan Kade. Penuturan seorang Gadis berumur 8 tahun, yang entah kenapa pada saat ini terlihat sangat dewasa. Berbicara layaknya seorang Gadis dewasa, tanpa tangis, tanpa slengean.
Lama hening, Sang Ibu terilihat hanya menyimak penuh arti. Sementara Bapak menatap langit-langit Bale seolah pikirannya menerawang sesuatu. Diawali dengan tarikan nafas yang sangat panjang, tiba-tiba Sang Bapak berkata,”Trus Kade maunya apa? Mau berhenti sekolah? Kalau berhenti sekolah, Kade mau apa?” Halus sekali sang Bapak menanyakannya ke Kade. Tak ada aura kemarahan dalam pertanyaan itu. “Pak maafkan Kade, Kade sudah tidak kuat, Kade ingin berhenti sekolah. Biar Kade membantu Meme aja di rumah” jawab Kade sembari penuh harap.
Sang ayah luluh, sejak itulah gadis kecil ini -Made Israwin- berhenti bersekolah karena tidak kuat menanggung berbagai pengucilan-pengucilan yang ditujukan kepada dirinya.
bersambung…
Jakarta, 25 Maret 2009
12.23 AM
1 Meme berarti Ibu; panggilan kebanyakan bagi seorang Ibu di Bali
wuihh..gileee..bikin orang penasaran aja pengen tau kisah selanjutnya..buruuannn dunk..tapi keren do..bisa juga gendo bikin tulisan kaya gini, gw pikir berat banget..secara gendo gitu lohh..ok semangat ya..ntar kalo dah jadi buku, kasi tau gw yah.. ;p
——————————————-
horeee conie penasaran. heheehe
salam gendo
Kisah kehidupan yang menarik, apakah ada kisah nyata di balik cerita ini? nyambungnya masih berapa x lagi nih.. akhirnya happy ending ya…
—————————————
@ diah:
tebak aja, cerita ini fiksi apa nyata?!
salam
gendo
Ceritanya sederhana .. awalnya masih biasa2 saja.. tapi kita tungu bersama bagaimana cerita ini bersambungnya…
———————–
@bono:
semoga saya masih bisa menulis sambungannya. hehehehe.
salam
gendo
masih mengalir, belum ada konflik yang seru..
cerita yang di alami oleh banyak keluarga miskin d bali bahkan mungkin d indonesia. ditunggu lanjutannya….
—————-
@loetunk:
emang ga akan ada konflik kok.wakakakakakkk
salam
gendo
panjangggggggggggggg *fast reading deh*
waaah, gendo makin hebat narasinya. cerita yg bagi banyak orang sepele bisa jadi menarik utk dibaca.
btw, ini fiksi apa nonfiksi, ndo?
kecuali soal titik koma yg masih sedikit acak adut, tulisanmu makin yahud. salut..
btw, jangan pinter2 nulis ya. ntar lahanku bisa kamu rebut juga. 😀
——————————————
@ a!:
hehhee jadi tersanjung neh. mmmm tebak aja ton. apakah fiksi ato true story.
“Kade” aku tunggu kelanjutan kisahnya…kapan lanjutannya Ndo… ? aku ingin tahu bagaimana perjuangan Kade baik dalam melawan penyakitnya maupun dalam kehidupan sosialnya
ini cerita kya ne riil banget ya, bikin penasaran aja, cepetan nae buat lanjutanyya, seruuuuu banget…T.O.P, congratulation broe,
selamat berjuang!
setelah aq baca episode ke 2 na ternyata lebih seru
ilustrasinya kuat banget
budaya bali n adat tergambar jelaz
truz cara berceritanya ngalir
jd pengen tw kelanjutannya
ABAANG…CEPET LANJUTIN….PENASARAN NEH…great story brur…
tetesan air mata yg tertunda…tulisan yg biasa tp menyentuh,,krn sebagian dri cerita itu aku pernah alami…mudah2an kelanjutan’y sprt “kade” yg ada dlm fikiran’ku….tlng sambungan’y donk biar terjawab semua teka teki’y……