FAIR TRIAL BAGI KEBEBASAN PERS

gendovara

Kartun diambil dari:
http://artinbali.blogspot.com/

FAIR TRIAL BAGI KEBEBASAN PERS*

I Wayan Gendo Suardana**

Nasib buram selalu setia mengikuti para pekerja pers dalam menjalankan tugasnya. Sejarah selalu mencatat berbagai kriminalisasi, kekerasan bahkan berujung kepada kehilangan nyawa mendera para pekerja pers. Banyak nama yang tercatat telah menjadi korban akibat lemahnya perlindungan terhadap jurnalis (protect for journalist) dalam menjalankan tugas jurnalisme. Saat ini yang menimbulkan keprihatinan yang mendalam adalah pembunuhan terhadap wartawan A.A. Gde Narendra Prabangsa. Prabangsa dibunuh karena liputannya mengungkap kasus korupsi di Dinas Pendidikan, Bangli.

Ditengah semangat mewujudkan kebebasan pers yang tak kunjung membaik akibat semakin banyaknya regulasi yang berpotensi mengancam kebebasan pers, peristiwa pembunuhan terhadap A.A.Gde prabangsa sejatinya memberikan gambaran nyata bahwa ancaman terhadap kebebasan pers tetap nyata. Peristiwa ini pun memberikan semacam warning bahwa kekerasan-kekerasan terhadap profesi jurnalis masih menghantui. Dapat dipastikan hal ini membawa dampak buruk bagi jurnalis dalam menjalakan tugasnya, langsung atau tidak akan menimbulkan  ketakutan massal di kalangan jurnalis. Tentu saja dapat  mempengaruhi tingkat kekritisan jurnalis dalam pemberitaannya. Pers tidak lagi kritis, jurnalis memilih membuat berita “normal” dan sajian berita ke publik akan minim investigasi.

Dapat dibayangkan, betapa mencekamnya bila keadaan itu benar-benar terjadi. maka masyarakat akan kehilangan haknya untuk menikmati salah satu dimensi hak asasi manusia. yaitu hak manusia untuk membentuk pendapatnya secara bebas. hak untuk memperoleh informasi (right to know) yang diperlukan dalam membentuk dan membangun secara bebas pemikiran dan pendapatnya di satu pihak, dan hak untuk menyatakan pikiran dan pendapat di pihak lain (right to speech).

Kebebasan pers adalah penyangga bagi terbangun dan terpeliharanya peradaban manusia, sehingga setiap ancaman terhadap kebebasan menjadi  urusan setiap pihak. Karena ancaman terhadap kebebasan pers ini kerusakannya tidak hanya dilihat pada lingkungan suatu masyarakat, tetapi lebih jauh dapat merugikan pada tataran peradaban. Salah satu upaya untuk menjaga dan menjamin agar kebebasan pers tidak terganggu adalah dengan memberikan perlindungan terhadap jurnalis (protect for journalist) dalam menjalankan tugas jurnalisme dalam standar profesional. Dan negara berkewajiban untuk itu sebagai konsekuensi dari negara sebagai penggungjawab HAM.

Terkait dalam kasus pembunuhan A.A. Gde Prabangsa yang saat ini menjelang memasuki persidangan di Pengadilan negeri Denpasar, maka negara/aparatur negara terkait menjaga agar terwujud  fair trial. Pengadilan yang bebas dan mandiri patut ditegakan dalam setiap peradilan terlebih dalam kasus ini yang terkait dengan pemberitaan atas suatu proyek dalam lingkaran kekuasaan. Bukan rahasia, bahwa praktek  mafia peradilan di Indonesia begitu masif terjadi. sehingga kehawatiran atas pelaksanaan peradilan yang tidak objektif seringkali menghantui tak terkecuali bagi pihak-pihak yang konsen dalam memantau proses peradilan kasus ini.

Yang lebih substasial dari kebutuhan akan pelaksanaan peradilan yang bebas dan fair, adalah terletak dalam mendorong komitmen negara termasuk aparat penegak hukum dalam melindungi kebebasan pers. Dalam artian bahwa, perlindungan bagi kebebasan pers salah satunya adalah memberikan jaminan hukum. Dalam konteks peradilan atas kasus ini peradilan digelar dengan bebas dan mandiri sehingga pada akhirnya didapat putusan yang seadil-adilnya.

Penyelenggaraan peradilan ini akan menjadi preseden dalam mendorong perwujudan kebebasan pers di Indonesia khususnya di Bali. Pertama; para jurnalis dapat meyakinkan diri mereka bahwa negara (dalam hal ini institusi hukum) mempunyai komitmen untuk menjamin kebebasan pers. Kedua; masyarakat mendapatkan pembelajaran yang baik, bahwa kebebasan pers patut dijaga dan setiap ancaman terhadap kebebasan pers termasuk gangguan terhadap para jurnalis tidak patut dilakukan, sehingga tindakan-tindakan kekerasan terhadap jurnalis tidak lagi terjadi. dan yang ketiga adalah: mendorong upaya untuk meretas dan memutus rantai impunitas terhadap pelaku kejahatan yang selama ini kerap dipraktekan oleh negara.

Dengan demikian, ketakutan akan kondisi pers yang tidak kritis tidak terjadi dan yang paling penting adalah tumbuh kesadaran massif bagi memberikan perlindungan terhadap jurnalis (protect for journalist) dalam menjalankan tugas jurnalisme sehingga kasus-kasus kekerasan bahkan pembunuhan seperti yang dialami jurnalis A. A. Gde Prabangsa tidak terjadi lagi.

*Tulisan ini dimuat di Rubrik Opini- Harian Bali Express 7 Oktober 2009 hal.

**Penulis adalah: Majelis Anggota-Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Bali

Total
0
Shares
3 comments
  1. bli, besok ke PN lagi? Mengenang masa lalu. hehehe.. Btw, jadi pembicara diskusi UU KIP ya hari jumat jam 2 dore di warkop renon. Saatnya publik berdaulat dengan haknya atas informasi.

  2. bukan hanya pemerintah. jangan lupa, media tempat bekerja jg harus memberikan perlindungan tersebut, termasuk pemenuhan hak2 dasar jurnalis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Patriotisme, Ancaman Bagi Kebebasan (Emma Goldman, 1911)

Next Post

PROBLEMATIKA PRINSIP NON-DISKRIMINASI DALAM NASKAH UU KESEHATAN

Related Posts