NOSSTRESS DENDANG PROTES
Oleh: I Wayan Gendo Suardana
Entah apa yang membuat saya ingin menuliskan tentang 3 sosok pemuda ini. mungkin sedikit pengaruh Guan-Guan Ho yang disajikan di resepsi pernikahan sahabat saya (Bobi dan Arum). Bisa juga karena lagu merekalah yang kerap diputar oleh “Sang Gerwani” di pagi hari. Entahlah, yang jelas saya tiba-tiba sangat ingin menuliskan ketiga sosok ini.
Tampilan mereka kadang terlihat tidak meyakinkan, jauh dari kesan musisi yang punya kualitas handal. Bayangkan saja, setiap manggung mereka hanya berkaos oblong, bercelana pendek dan bersandal jepit. Kesan itu selalu melekat di kepala saya. Tampilan seperti itu yang pertamakali saya lihat sewaktu mereka bermain di Serambi Antida (almarhum). Hanya wajah-wajah ganteng dan imut saja yang menopang dan menyelamatkan mereka dari asumsi itu.
Ah..sejak kapan kualitas bermusik ditentukan oleh penampilan, bukankah itu tidak ada relevansinya sama sekali atau kepala saya yang terlalu koservatif? Tapi faktanya memang demikian. Lelucon yang kadang garing akan tambah “menipu” kita. harus saya akui, saya adalah saah satu orang yang benar-benar tertipu oleh tampilan mereka. sesaat kemudia akan sadar dan semua asumsi itu pupus kala mereka mulai memainkan lagunya. Cukup 2 gitar akustik dan cajoon ditimpali vocal nan yahud mampu membuat kita tak beranjak. Itulah mereka Nosstress!
Memupus Stres
Seperti namanya, Nosstress dapat dimaknai jika lagu mereka akan memupus stress pendengarnya. Laksana angin sepoi dikala udara panas, Nosstress memberikan kenyamanan. Tingkah polah saat mereka manggungpun serasa pijatan therapist ala Komang Tole (therapis cum aktifis WALHI Bali). Mampu melemaskan otot terkaku sekalipun. Ehm, tulisan ini seperti memuji mereka bahkan cenderung hiperbolik, namun itulah adanya tak berlebihan jika ada pernah menonton mereka.
mau bukti kehebatan hipnotis lagu mereka? Tiada yang menyangka, serombongan pengunjung berbadan diatas rata-rata (meminjam istilah Alfred) yang menyambangi konser mini ForBALI di Mangsi Cofee -pun “takluk” oleh mereka. Suasana tegang karena kedatangan pria-pria yang terkesan tak bersahabat menjadi cair. Otot fitness gerombolan itu langsung rileks seperti habis dipijat therapisht, pria –pria tersebut seperti terhipnotis “menyetorkan” botolan bir dingin ke mereka. Alhasil konser mini berhasil ditutup dengan heroik. Ketegangan di acara ForBALI dipupus oleh Nosstress, semua menjadi mengharu biru lalu berubah menjadi ceria. Endingnya? Hilang stress!
Mereka seolah mahluk yang diciptakan untuk menghibur, membuat orang-orang disekitarnya tertawa. Tak ada satupun bagian tubuh mereka yang tersisa. Selain digunakan untuk bernyanyi dan memainkan alat musik, mulut Angga berceloteh ala stand up comedy, demikian juga Guna Kupit dan Cok yang kerap menjadi tandem “debat”. Gerak tubuh merekapun terbilang gila. Lihatlah foto-foto atau rekaman videonya, sangat susah menemui pose-pose serius atau acting yang kalem. Mulai dari menari, bergaya orang gila bahkan kadang bergaya seksis dan masih banyak lagi. Jika kita tidak mengontrol urat tertawa, mulut akan terasa capek dan perut akan mulas karena over tertawa. Untunglah setiap mereka manggung toilet tidak terlalu jauh.
Di luar perilaku mereka yang norak bin buduh , hal yang menampar kepala kita pastilah lagu-lagunya. Lagu mereka penuh dengan pesan-pesan kemanusiaan, lingkungan dan kritik sosial. Lirik yang sederhana dan lugas, membelah hati kita untuk meresapi. Sebut saja lagu berjudul “tanam saja”. Lagu ini mampu membuat saya terbangun setiap pagi tanpa merasa terganggu walaupun dinyanyikan keras-keras oleh keponakan saya. Atau sebut saja lagu “kita”, mampu membuat kita seperti sedang melayang “jamur tahi sapi” di musim hujan. Tentu saja yang saat ini paling fenomenal adalah lagu Bali Tolak Reklamasi. Lagu yang membuat seorang JRX-SID tidak kuasa menahan hasrat untuk merekam lagu ini kala pertamakali dia dengar di acara hearing dalam gedung DPRD Bali. “Lagunya bagus nok, kita rekam aja yuk. Segera!”, ujar JRX kepada saya. Lalu dimulailah proses itu sehingga menjadi anthem gerakan Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Alhasil, saat ini hampir disemua lapisan mengenal lagu ini dan menyanyikanya dengan fasih. Nada yang asik, lirik yang lugas ditambah dengan spririt perjuangan menjadikan lagu ini begitu gampang merasuki relung-relung hati masyarakat.
Ah, saya tak hendak membahas lagu-lagu mereka. Teknologi sudah cukup memberikan akses setiap orang untuk mencari lagu mereka, mengunduhnya lalu menghafal kemudian meresapi. Tentu saja saya kalah jauh jika berbicara soal lagu-lagu Nosstress. Yang hanya tahu beberapa lagu saja, kadang hanya pada bagian reff-nya itupun kadang lupa.
Ber”lagu” dalam praksis
Saya hendak mengurai, sisi lain dari personil Nosstress yang mungkin jarang diketahui publik. Mungkin banyak pihak yang menganggap bahwa lagu-lagu dengan tema-tema kritik social dari mereka hanyalah sebatas pencitraan. Bisa jadi ada tudingan sok “ngaktifis”. Terlebih lagi semenjak lagu Bali Tolak Reklamasi dan keterlibatan mereka dalam gerakan Bali tolak reklamasi Teluk Benoa. tudingan seperti itu kerap menghantui mereka. Cukup sering tudingan-tudingan sinis ini muncul dan menganggap musisi yang terlibat hanya sekedar agar dianggap peduli sosial.
Semenjak terlibat bareng dalam gerakan penolakan reklamasi Teluk Benoa, intensitas pertautan kami cukup tinggi. Tidak hanya dalam kegaitan-kegiatan yang terkait advokasi ini namun kerap kami bertemu dalam ruang-ruang informal.dari komnikasi intens ini saya tahu bahwa mereka adalah pemuda yang tidak hanya idealis dalam lagu tapi juga mempunyai idealism dalam praksis.
Tidak berjarak dan selalu mengambil peran dalam kerja kolektif adalah tipikal pemuda-pemuda ini. Bukan hal yang aneh jika dalam persiapan kegiatan-kegiatan ForBALI seperti kegiatan konser mini anda akan menyaksikan mereka bergulat peluh, membawa alat-alat ke venue konser mini, memasang banner, mengatur soundsistem, mengatur meja-meja pengunjung, menyapu lantai sampai melakukan check sound.
Semisal pada saat pasar mini I, selain memasang banner acara, Angga terlihat mengangkat berkrat-krat Bir untuk dijual di venue, mengatur dan memasukan ke pendingin. Lalu mengatur sound sebentar. Setelah usai, pulang sebentar untuk mandi dan segera kembali ke venue dengan menenteng gitang untuk main nantinya. Tak banyak istirahat dia langsung didaulat menjadi MC acara bersama Vio. Sepanjang acara dia cuap-cuap. Dan dipertengahan acara Angga rehat dari profesi MC , mengambil gitar dan memainkan lagu bersama Guna KUpit (Cok saat itu sedang sakit).
Kadang disela lagu Angga harus kembali menjadi MC untuk melelang karya para seniman yang didedikasikan bagi pergerakan ForBALI. Tak pelak sepanjang acara waktu tidak ada waktu bagi angga termasuk Guna Kupit untuk istirahat. Pun selesai acara mereka kembali harus bersama-sama merapikan venue. Menurunkan banner, merapikan meja kursi, membersihkan venue serta mengembalikan sound system. Sungguh melelahkan.
Aktifitas yang kerap mereka lakukan sepanjang mengadvokasi kebijakan reklamasi Teluk Benoa. Semangat membara senada dengan spirit lagunya. Beraksi di panggung, menghujam telinga dan hati pendengarnya. Disaat yang sama meneduhkan hati sembari membasuh nurani agar lebih bersih melihat dunia. Lebih arif dalam menyikapi kehidupan.
Bagi pendengar dan penyaksi Nosstress, band ini benar-benar memberikan kesejukan, kenikmatan dan refleksi kehidupan. Stress menjadi hilang persis kegembiraan para perempuan dan anak-anak Suku Tubu yang menemukan sumber air setelah berminggu-minggu menavigasi bukit tak berujung di Gurun Sahara.
Namun hal yang berbeda akan dirasakan oleh penguasa. Lagu Nosstress mungkin tidak menghilangkan stressnya. Hujaman kritik niscaya membuat Penguasa tidak bisa tidur. Ibarat kuping yang setiap saat “dikelitikin” dengan bulu ayam. Tidak sakit tapi membuat geli dan jika intensitas tinggi akan berubah menjadi gangguan. Terlebih jika lagu anthem Bali Tolak Reklamasi bergema tak kenal umur, maka penguasa akan bertambah stress.
Nosstress bagi Rakyat, Yesstress bagi Penguasa! Itulah sekiranya yang tepat menggambarkan keadaan ini.
“…Esok ku kembali semoga
esok ku kembali semoga pemimpin menambah prestasi
bukannya menambah BALIHO… (reff dari lagu “ini judulnya belakangan” by nosstress)
Denpasar 24/11/2013 pukul 3.59 Wita